SPI KPK 2024 ungkap 98% kampus dan 78% sekolah masih hadapi masalah menyontek

.

Survei SPI KPK 2024 ungkap masalah integritas di pendidikan, dari menyontek hingga gratifikasi. (Unsplash)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 menemukan bahwa praktik menyontek dan berbagai bentuk pelanggaran integritas masih meluas di lingkungan pendidikan Indonesia. Hasil survei ini menunjukkan bahwa tindakan menyontek masih terjadi di 78 persen sekolah dan bahkan mencapai 98 persen di tingkat perguruan tinggi.

Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, menjelaskan bahwa selain praktik menyontek, ketidakdisiplinan akademik juga menjadi masalah serius. Sebanyak 45 persen siswa dan 84 persen mahasiswa dilaporkan sering terlambat datang ke sekolah atau kampus.

Tak hanya peserta didik, tenaga pengajar pun turut menjadi sorotan. Survei menunjukkan bahwa 69 persen siswa mengaku gurunya sering terlambat, sementara 96 persen mahasiswa menyebut dosennya juga kerap datang tidak tepat waktu. Di banyak sekolah dan kampus, bahkan masih ada guru dan dosen yang absen tanpa alasan yang jelas.

Permasalahan lain yang ditemukan adalah persepsi keliru tentang gratifikasi. Sekitar 30 persen guru dan dosen serta 18 persen kepala sekolah menilai pemberian hadiah dari siswa atau wali murid sebagai hal yang wajar. Di 60 persen sekolah, orang tua juga mengaku terbiasa memberikan bingkisan kepada guru, khususnya saat hari raya atau kelulusan. Bahkan di 22 persen sekolah, hadiah diberikan demi mempengaruhi nilai atau kelulusan siswa.

Benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa juga menjadi temuan penting. Di 43 persen sekolah dan 68 persen kampus, pihak pimpinan menentukan vendor berdasarkan hubungan pribadi. Komisi dari vendor diterima di 26 persen sekolah dan 68 persen kampus, dan pengadaan yang tidak transparan ditemukan di 75 persen sekolah serta 87 persen kampus.

Selain itu, 12 persen sekolah dilaporkan menyalahgunakan dana BOS, dan 17 persen lainnya mengalami potongan atau pungutan yang tidak sesuai aturan. Nepotisme dalam pengadaan ditemukan di 40 persen sekolah, sementara penggelembungan anggaran terjadi di 47 persen.

Pelanggaran lainnya mencakup pungutan liar dalam proses penerimaan siswa baru di 28 persen sekolah, serta pungutan tidak resmi dalam proses sertifikasi dan dokumen lainnya di 23 persen sekolah dan 60 persen kampus.

Survei ini dilakukan terhadap 449 ribu lebih responden dari berbagai elemen dunia pendidikan, termasuk siswa, mahasiswa, guru, dosen, orang tua, serta pimpinan lembaga pendidikan. Metodologi yang digunakan mencakup teknik daring seperti WhatsApp, email, dan wawancara berbasis komputer, serta metode tatap muka berbasis perangkat digital.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama